RSS

Resume Akhlak Terhadap Orang Tua dan Kerabat


AKHLAK TERHADAP ORANG TUA DAN KERABAT

Sebelum kita membahas tentang akhlak terhadap orang tua dan kerabat, perlu kita ketahui bahwa akhlak terhadap orang tua dan kerabat itu termasuk kepada “akhlak terhadap manusia” dan akhlak terhadap manusia itu terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya:
(a) Akhlak terhadap diri sendiri,
(b) Akhlak terhadap orang lain, diantaranya:
(i) Akhlah terhadap rasulullah,
(ii) Akhlak terhadap orang tua,
(iii) Akhlak terhadap karib kerabat,
(iv) Akhlak terhadap tetangga, dan
(v) Akhlak terhadap masyarakat.
Yang akan kita bahas sekarang adalah akhlak terhadap orang tua dan karib kerabat. Ruang lingkup akhlak terhadap orang tua dan karib kerabat diantaranya:
(1) Akhlak terhadap Orang tua (birrul walidain), antara lain:
a. Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.
b. Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang.
c. Berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat, mempergunakan kata-kata yang lemah lembut.
d. Berbuat baik kepada ibu-bapak dengan sebiak-baiknya, dengan mengikuti nasehat baiknya, tidak menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat ibu-bapak ridha.
e. Mendo’akan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.
(2) Akhlak terhadap Keluarga, Karib Kerabat, antara lain:
a. Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga.
b. Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak.
c. Berbakti kepada ibu-bapak.
d. Mendidik anak-anak dengan kasih sayang.
e. Memelihara hubungan silaturahmi dan melanjutkan silaturahmi yang dibina orang tua yang telah meninggal.
Al Qur'an secara tegas mewajibkan manusia untuk berbakti kepada kedua
orang tuanya (Q/17:23). Berbakti kepada kedua orang tua (Birrul
walidain) merupakan alkhoir, yakni nilai kebaikan yang secara
universal diwajibkan oleh Tuhan. Artinya nilai kebaikan berbakti
kepada orang tua itu berlaku sepanjang zaman dan pada seluruh lapisan
masyarakat. Akan tetapi bagaimana caranya berbakti sudah termasuk
kategori al ma'ruf, yakni nilai kebaikan yang secara sosial diakui
oleh masyarakat pada suatu zaman dan suatu lingkungan. Sebagaimana dalam hadits di bawah ini:
Yang artinya : Dari Abdullah Ibnu Amar al-'Ash Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Keridhoan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua." Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.
Dari arti hadits diatas, ada beberapa faedah (manfaat) yang dapat kita ambil, diantaranya :
1. Allah memiliki sifat Ridho.
Kita wajib meyakini bahwa Allah Subhanuhu wa Ta’ala memiliki sifat Ridlo, yang sifat ini berbeda dengan sifat Ridlo yang dimiliki oleh manusia.
2. Menunjukan betapa besar hak kedua orang tua atas anaknya.
Dalam hal ini Allah Subhanuhu wa Ta’ala mensejajarkan hak-Nya dengan hak dari kedua orang tua. Sebagaimana penjelasan didalam surat Al Luqman ayat ke 14 :
“ Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Dan hanya kepada Aku tempat kembalimu.”
Dan juga di dalam sural Al Asraa ayat yang ke 20 :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak.”
3. Wajibnya seorang anak untuk membuat ridlo kedua orang tuanya dan haramnya membuat murka kedua orang tua.
Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Celaka, celaka dan celakalah, orang yang masih menjumpai kedua orang tuanya ketika keduanya sudah tua, ataupun salah satu dari kedua orang tuanya, tetapi tidak dapat memasukkan dirinya ke dalam syurga”
Di dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim, dari Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu beliau berkata, saya bertanya kepada Rasullullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, Amalan apa yang paling dicintai oleh Allah Subhanuhu wa Ta’ala? Maka Beliau menjawab sholat tepat pada waktunya, kemudian saya bertanya lagi, kemudian apa ya Rosululloh? Beliau menjawab lagi, berbakti kepada kedua orang tua, kemudian apa lagi ya Rosulullah? Maka Beliau menjawab lagi, berjihad dijalan Alloh.
Kemudian di dalam hadits yang lain, yang juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Dari Abu Barkah, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Tidakkah aku ingin kabarkan kepada kalian tentang dosa besar yang paling besar, yaitu perbuatan menyekutukan Allah Subhanuhu wa Ta’ala (syirik) dan menyakiti kedua orang tua”
4. Taat kepada orang tua hanya sebatas dalam hal yang baik.
Hal ini dikarenakan tidak ada ketaatan didalam kemaksiatan. Artinya seorang anak tidak boleh mentaati kedua orang tuanya sehingga meninggalkan perkara-perkara yang sifatnya kewjiban kepada Allah atau untuk bermaksiat kepada Allah Subhanuhu wa Ta’ala. Tetapi hal ini tidak menjadi alasan untuk tidak berbuat baik kepada orang tua.
Sebagaimana firman Allah dalam surat luqman ayat yang ke 15, yang artinya:
“Kalau kedua orang tuamu memaksa untuk menyekutukan Aku, dimana engkau tidak memiliki ilmu tentangnya, janganlah engkau taat kepadanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”
Dan sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang pernah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sampaikan :“Tidak ada ketaatan kepada makhluk didalam maksiat kepada Allah Subhanuhu wa Ta’ala”.
Kemudian di dalam perkara-perkara yang sifatnya mubah, Syehul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu Ta’ala, Beliau menyebutkan:
“Seandainya di dalam perkara mubah itu dia tidak taat kepada kedua orang tuanya sehingga membuat kedua orang tuanya tersebut terkena mudharat(berakibat buruk) maka, saat itu dia wajib taat kepada kedua orang tuanya tersebut, dan kemidian seandainya kedua orang tuanya tidak mendapat mudharat karena ketidak taatanya kepada kedua orang tuanya tersebut, maka dalam hal ini pun tetap seseorang tersebut, wajib untuk taat kepada kedua orang tuanya.”
Dalam hal ini al Qur 'anpun memberi batasan, misalnya seperti yang
disebutkan dalam surat al Isra, bahwa seorang anak tidak boleh
berkata kasar apalagi menghardik kepada kedua orang tuanya (Q/17: 23).
Seorang anak juga harus menunjukkan sikap berterima kasihnya kepada
kedua orang tua yang menjadi sebab kehadirannya di muka bumi. Di mata
Tuhan sikap terima kasih anak kepada orang tuanya dipandang sangat
penting, sampai perintah itu disampaikan senafas dengan perintah
bersyukur kepada-Nya (anisykur li wa liwa lidaika (Q/31:14)). Meski
demikian, kepatuhan seorang anak kepada orang tua dibatasi dengan
kepatuhannya kepada Tuhan. Jika orang tua menyuruh anaknya.
Melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perintah Tuhan, maka sang
anak dilarang mematuhi perintah orang tua tersebut, seraya tetap
harus menghormatinya secara patut (ma'ruf) sebagai orang tua (Q/
31:15). Seorang anak, oleh Nabi juga dilarang berperkara secara
terbuka dengan orang tuanya di forum pengadilan, karena hubungan
anak dan orang tua bukan semata-mata hubungan hukum yang mengandung
dimensi kontrak sosial melainkan hubungan darah yang bernilai sakral.
Sementara itu orang tua harus adil dalam memberikan kasih sayangnya
kepada anak-anaknya. Diantara kewajiban orang tua kepada anak-anaknya
adalah; memberi nama yang baik, menafkahi, mendidik mereka dengan
agama (akhlak kehidupan) dan menikahkan jika sudah tiba waktunya.
Adapun jika orang tua sudah meninggal, maka kewajiban anak kepada
orang tua adalah (a) melaksanakan wasiatnya, (b) menjaga nama
baiknya, (c) meneruskan cita-citanya, (d) meneruskan silaturahmi
dengan handai tolannya, (e) memohonkan ampun kepada Tuhan.
Dalam hubungan dengan kerabat, secara umum semangat hubungan baiknya
sejalan dengan semangat keharusan berbakti kepada orang tua. Paman,
bibi, mertua dan seterusnya harus dideretkan dalam deretan orang tua,
saudara misan yang muda dan seterusnya dideretkan pada saudara muda
atau adik, yang tua dideretkan kepada kakak. Secara spesifik kerabat
harus didahulukan dibanding yang lain, misalnya jika seseorang
mengeluarkan zakat, kemudian diantara kerabatnya ada orang miskin
yang layak menerima zakat itu, maka ia harus didahulukan dibanding
orang miskin yang bukan kerabat. Semangat etik hubungan kekerabatan
diungkapkan oleh Rasulullah dengan kalimat menghormati kepada yang
lebih tua dan menyayangi kepada yang lebih muda. (laisa minna man lam
yuwagir kabirana wa lam yarham soghirana).

• Kedudukan Birrul Walidain.
Dalam Islam, birrul walidain menempati kedudukan yang istimewa, seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an:
1. Perintah ihsan (baik) pada orang tua dalam Al Qur’an langsung sesudah perintah hanya beribadah kepada Allah atau larangan mempersekutukan Allah. Dalam Surat 2 ayat 83 dan surat 6 ayat 151.
2. Allah mewasiatkan, mewajibkan maksudnya kepada orang tua untuk ihsan kepada orang tua, ayatnya ada di surat Al Ankabut, surat 29 ayat 8 dan Surat Al Ahqaf, surat 46 ayat 15.
3. Allah meletakkan perintah terima kasih kepada orang tua setelah terima kasih kepada Allah (QS. Luqman (31) : 14).
4. Dalam hadits Muttafaqun ‘alaih, Rasul saw, meletakkan birrul walidain sebagai amalan kedua terbaik setelah shalat tepat waktu.
5. Dalam hadits Mutafaqun’alaih juga, Rasul saw meletakkan durhaka kepada orang tua atau ‘uququl walidain sebagai dosa terbesar kedua setelah syirik kepada Allah.
6. Rasulullah mengkaitkan keridlaan dan kemarahan Allah swt dengan keridlaan dan kemarahan orang tua. Ridlallah fi ridla walidain. (HR. Tirmidzi).
ternyata kedudukan ibu dan bapak itu sangat istimewa. Sebenarnya apa yang menyebabkan kedududkan orang tua itu istimewa?
Ingatlah bahwa Allah menciptakan manusia di bumi ini untuk dijadikan sebagai khalifah? sesuai dengan fitrah makhluk, makhluk itu artinya yang diciptakan, makhluk itu pasti mati atau tidak kekal. Jadi supaya khalifah di bumi ini tidak habis karena mati maka Allah selalu membuat “manusia-manusia baru” untuk meneruskan tugas sebagai khalifah ini. Kita bisa ngebayangin, seandainya tiba-tiba di bumi ini pertambahan manusianya langsung dalam bentuk orang dewasa? Kalau manusia langsung dewasa bagaimana mereka belajar dan secara tiba-tiba mereka harus menjadi seorang khalifah? oleh sebab itu, Allah membuat khalifah itu dengan pertama-tama membuat mereka dalam bentuk anak atau bayi ya.
Dan kalau kita pikir-pikir bagaimana caranya supaya anak kecil atau bayi tersebut yang tidak bisa apa-apa, yang lahir dalam keadaan tidak berdaya itu bisa hidup di dunia ini sendiri dan belajar segala halnya sendiri? oleh karena itu Allah “menitpkan” bayi tersebut kepada sepasang manusia yang udah menikah untuk mengurus bayi tersebut. Sebenarnya, antara bayi atau calon manusia dengan sepasang manusia yang udah menikah ini tidak ada hubungannya apa-apa. Sepasang manusia ini hanya Allah kasih rahmat berupa kasih sayang sehingga mereka jatuh sayang dan sangat menyayangi calon manusia yang sebenarnya tidak mereka kenal sebelumnya. Dari rahmat kasih sayang tadi akhirnya muncul sebutan ayah, ibu, dan anak dan hubungan mereka menjadi sangat kuat. Tanpa kasih sayang dari Allah ini, tidak mungkin sepasang manusia tadi rela memelihara dan “menyerahkan seluruh hidupnya” untuk calon manusia yang tidak mereka kenal. Maha Besar Allah yang membuat segala sesuatu menjadi mungkin. Dengan rahmat ini akhirnya calon manusia tersebut bisa hidup dan tumbuh layak seperti kita ini.
Dan ternyata, Allah suka menitipkan anak ke setiap pasangan. Jadi bisa dibilang, setiap anak itu ada yang beruntung dan ada yang tidak dalam mendapatkan orang tua. Ada yang Allah kasih jadi anak presiden, anaknya menteri, bahkan Allah menitipkan seorang anak keseorang tukang becak atau pembantu rumah tangga. Dan ada juga yang yang Allah titipkan kepada orang yang tidak bertanggung jawab. Tapi bukan berarti Allah tidak adil. Karena Allah Maha Tahu apa yang paling baik untuk kita.
Sebagaimana dalam surat Luqman ayat 14:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (supaya berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang semakin lemah, dan menyusukannya dalam dua tahun (selambat-lambat waktu menyapih adalah setelah anak berumur dua tahun). Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu”.
Hanya satu ayat tapi syarat makna. Begitulah dalamnya pengorbanan orang tua kita pada kita sampai tidak mungkin kita dapat membalasnya, kecuali dengan memerdekakan orang tua kita seandainya beliau adalah seorang budak, begitu disebutkan dalam hadist riwayat Muslim.

• Hadits Akhlak Terhadap Orang Tua
Tambahan hadist-hadist yang menyangkut Ahlak Terhadap Orang Tua

Hadits pertama:

Dari Abdullah Bin Mas'ud berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah: "Amalan apakah yang dicintai oleh Allah" Beliau menjawab: "Sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi: "Kemudian apa" Beliau menjawab: "Berbakti kepada kedua orang tua". Aku bertanya lagi: "Kemudian apa" Beliau menjawab: "Jihad dijalan Allah". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hadits kedua:

Dari Abdullah Bin Mas'ud berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah: "Amalan apakah yang dicintai oleh Allah" Beliau menjawab: "Sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi: "Kemudian apa" Beliau menjawab: "Berbakti kepada kedua orang tua". Aku bertanya lagi: "Kemudian apa" Beliau menjawab: "Jihad dijalan Allah". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hadits ketiga:

Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda: "Berbaktilah kepada bapakbapak kamu niscaya anak-anak kamu akan berbakti kepada kamu. Hendaklah kamu menjaga kehormatan niscaya istri-istri kamu akan menjaga kehomatan". (HR. Ath-Thabrani dengan sanad hasan).

Hadits keempat:

Dari Asma binti Abu Bakar ia berkata: "Ibuku mendatangiku, sedangkan ia seorang wanita musyrik di zaman Rasulullah . Maka aku meminta fatwa kepada Rasulullah dengan mengatakan: "Ibuku mendatangiku dan dia menginginkan aku (berbuat baik kepadanya), apakah aku (boleh) menyambung (persaudaraan dengan) ibuku" beliau bersabda: "ya, sambunglah ibumu". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Imam Syafi'i Rahimahullah berkata: "Menyambung persaudaraan itu bisa dengan harta, berbakti, berbuat adil, berkata lemah lembut, dan saling kirim surat berdasarkan hukum Allah. Tetapi tidak boleh dengan memberikan walayah (kecintaan dan pembelaan) kepada orang-orang yang terlarang untuk memberikan walayah kepada mereka (orang-orang kafir)."

Ibnu Hajar Rahimahullah bekata: "Kemudian bahwa berbakti, menyambung persaudaraan dan berbuat baik itu tidak mesti dengan mencintai dan menyayangi (terhadap orang kafir walaupun orang tuanya) yang hal itu dilarang di dalam firman Allah : Kamu tidak akan menjumpai satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. (Al-Mujadilah: 22), karena sesungguhnya ayat ini umum untuk (orang-orang kafir) yang memerangi ataupun yang tidak memerangi". (Fathul Bari V/ 233).

Dalam kitabul 'Isyrah, Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang sampai kepada Sa'ad bin Malik , dia berkata: "Dahulu aku seorang laki-laki yang berbakti kepada ibuku. Setelah masuk Islam, ibuku berkata: "Hai Sa'ad! Apa yang kulihat padamu telah mengubahmu, kamu harus meninggalkan agamamu ini atau aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati, lalu kamu dipermalukan karenanya dan dikatakan: Hai pembunuh ibu!" Aku menjawab: "Hai Ibu! Jangan lakukan itu". Sungguh dia tidak makan, sehingga dia menjadi letih. Tindakannya berlanjut hingga tiga hari, sehingga tubuhnya menjadi letih sekali. Setelah aku melihatnya demikian aku berkata: "Hai Ibuku! Ketahuilah, demi Allah, jika kamu punya seratus nyawa, lalu kamu menghembuskannya satu demi satu maka aku tidak akan meninggalkan agamaku ini karena apapun. Engkau dapat makan maupun tidak sesuai dengan kehendakmu". (Tafsir Ibnu Katsir III/791).




Hadits kelima:

Dari Abu Usaid Malik bin Rabi'ah As-Sa'idi berkata: "Ketika kami sedang duduk dekat Rasulullah , tiba-tiba datang seorang laki-laki dari (suku) Bani Salamah lalu berkata: "Wahai Rasulullah, apakah masih ada sesuatu yang aku dapat lakukan untuk berbakti kepada kedua orangtuaku setelah keduanya wafat Beliau bersabda: "Ya, yaitu mendoakan keduanya, memintakan ampum untuk keduanya, menunaikan janji, menyambung persaudaraan yang tidak disambung kecuali karena keduanya, dan memuliakan kawan keduanya". (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban di dalam sahihnya)

Hadits keenam:

”Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas kamu (dari perbuatan) durhaka kepada para ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menahan apa yang menjadi kewajibanmu untuk diberikan, dan menuntut apa yang tidak menjadi hakmu. Allah juga membenci tiga hal bagi kamu desas-desus, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta”. (HR. Al-Bukhari dan lainnya)

Reperensi:
http://kubahkuning.blogspot.com/2009/04/kajian-akhlak-adab-terhadap-orang-tua.html
http://mubarok-institute.blogspot.com
http://neji53.wordpress.com/2008/12/15/akhlak-terhadap-orang-tua/
http://neraandianti.multiply.com/journal/item/392/Akhlak_Kepada_Orang_Tua_dan_Kerabat

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 HIJAB RAHMAH. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates